Ulama’ membagi bid’ah menjadi dua bagian, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Bid’ah hasanah dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu hasanah wajibah, hasanah mandubah dan hasanah mubahah.
1. Bid’ah hasanah Wajibah
Bid’ah hasanah wajibah adalah segala perbuatan
yang termasuk kategori kaidah-kaidah wajib dan termasuk dalam kehendak dalil
agama. Misalnya, mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf, atau menetapkan
kaidah–kaidah untuk menggali hukum Al-Qur’an. Perbuatan ini dianggap sebagai
bid’ah, karena tidak ada praktik dan contoh pada masa nabi Muhammad saw.
2.
Bid’ah hasanah mandubah
Bid’ah wajibah mandubah adalah perbuatan
yang termasuk dalam kategori kaidah-kaidah nadb (sunnah), misalnya mengerjakan
sholat tarawih secara berjamaah pada bulan ramadhan. Perbuatan ini dalam
kategori bid’ah, karena tidak pernah dilakukan oleh rasulullah saw, pelaksanaan
sholat tarawih berjamaah tersebut pertama kali dilakukan oleh sahabat Umar Ibn
Khattab.
3.
Bid’ah Hasanah Mubahah
Bid’ah hasanah mubahah adalah segala perbuatan
yang termasuk dalam kategori perbuatan yang dibolehkan (mubah), seperti
menggunakan pengeras suara ketika adzan.
Sedangkan bid’ah Sayyiat dibagi
menjadi dua bagian yaitu, bid’ah makruhah dan bid’ah muharromah. Adapun
penjelasannya sebagai berikut :
1.
Bid’ah makruhah
Bid’ah makruhah adalah pekerjaan yang termasuk
ke dalam kategori perbuatan yang dibenci (makruh). Misalnya menambah-nambah
perbuatan sunnah yang sudah ada batasnya.
2.
Bid’ah muharromah
Bid’ah muharromah adalah segala perbuatan yang
termasuk ke dalam kategori yang diharamkan. Seperti melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajara agama Islam yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw, bid’ah ini disebut sebagai bid’ah
haqiqiyah.
Dari aspek syari’at, para ulama’ membagi bid’ah ke dalam dua jenis
yaitu, bid’ah al-adiyah (bid’ah dalam kebiasaan / adat sehari-hari) dan bid’ah
ta’abudiyah (bid’ah dalam beribadah).
1.
Bid’ah Al-adiyyah adalah adat kebiasaan duniawi
yang telah diserahkan oleh Rasulullah saw,
kepada umatnya untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Hal ini sebagaimana
dalam hadits nabi Muhammad saw, :“kamu lebih tahu dengan urusan duniamu” (H.R.
Muslim).
2.
Bid’ah ta’abudiyah adalah segala perbuatan
bid’ah yang tidak dilakukan pada zaman Rasulullah saw. bid’ah ini harus dilihat
apakah termasuk kategori wajib, mandub atau makruh.
Dari keterangan diatas macam-macam bid’ah dapat dirinci menjadi
lima macam, seperti halnya lima macam hukum syari’at, yaitu bid’ah wajibah
(bid’ah yang wajib dilakukan), bid’ah mustahabbah (bid’ah yang dianjurkan untuk
dilaksanakan), bid’ah makruhah (bid’ah yang tidak dianjurkan untuk dilakukan),
bid’ah mubahah (bid’ah yang boleh untuk dilakukan) dan bid’ah muharromah
(bid’ah yang tidak boleh untuk dilakukan).
Dengan pembagian bid’ah secara rinci kita memperoleh wawasan luas
tentang pengertian bid’ah, sehingga kita tidak mudah mengatakan sesuatu yang
baru itu mesti bid’ah. Apakah sesuatu yang baru itu ada masalahnya seperti
penembangan ilmu pengetahuan atau sesuatu yang baru yang semestinya tidak
mengada-ada seperti yasinan dan tahlilan. Sebab pada dasarnya yasinan dan
tahlilan berisi bacaan Al-Qur’an, tahlil, tahmid, tasbih, shalawat nabi dan
kalimat-kalimat tayibah lainnya yang kesemuannya itu bukan merupakan hal baru
tetapi sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. namun para ulama’ membentuk
susunan baru tanpa mengubah isinya. Ini merupakan sesuatu yang tidak
mengada-adakan yang baru (bid’ah) tetapi sudah ada pada masa Rasulullah saw,
dan hanya bentuknya saja yang divariasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar